Cinta sejati bukan hanya hadir di momen bahagia, melainkan diuji di titik-terlemah. Film Sampai Titik Terakhirmu membawa kita ke dalam perjalanan nyata pasangan muda yang menolak menyerah walau waktu dan penyakit terus merangsek. Kisah viral mereka kini hidup di layar lebar, mengingatkan kita bahwa mencintai berarti berdiri bersama walau dunia terus berubah.

Diangkat dari kisah nyata Shella Selpi Lizah dan Albi Dwizky, film ini memulai cerita dari pertemuan sederhana via sosial media, hingga cinta yang berkembang meski dibayang-bayangi kenyataan pahit: diagnosis kanker ovarium.
Namun yang membuat cerita ini menggetarkan adalah bukan hanya penyakitnya, melainkan pilihan Albi untuk tetap mendampingi Shella — bukan hanya sebagai kekasih, tetapi sahabat dan pilar utama di momen paling rentan. Keluarga Shella juga tampil sebagai karakter yang tak kalah penting: dukungan mereka membentuk latar belakang emosional yang kuat.

Visi sutradara Dinna Jasanti menampilkan cinta ini secara intim dan autentik. Trailer memperlihatkan dua dunia: kenangan bahagia yang hangat dan bayangan duka yang lembut — mempersiapkan penonton untuk gelombang emosi yang datang.
Hal yang menarik adalah film ini tidak hanya ingin membuat penonton menangis, tetapi juga merenung: apa arti mencintai dalam keterbatasan? Seberapa besar kita berani mengatakan “aku mendampingi sampai titik terakhir”? Ini bukan hanya hiburan, melainkan refleksi.

Saat kursi bioskop gelap dan lampu lampu muncul kembali, Sampai Titik Terakhirmu akan meninggalkan bekas — bukan hanya karena air mata, tetapi karena pertanyaan yang tertinggal: Apakah kita cukup berani mencintai di saat semua menangis? Apakah kita siap mendampingi hingga titik terakhir? Film ini mengajak kita untuk tidak hanya menonton, tetapi juga mempertanyakan bagaimana kita hidup dan mencintai.